Jumat, 15 Februari 2008

Metode Relief Well Diragukan

Surabaya-beritakini.com

Rencana BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) menerapkan kembali metode relief well (pengeboran menyamping), mendapat tanggapan pesimis dari Tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Tim yang diantaranya beranggotakan Ir Jaya Laksana dan Prof Made Arya Joni tersebut menilai, sistem relief well sudah basi.

''Sudah berkali-kali diterapkan dan tetap gagal kok, kini dipakai lagi,'' kata Jaya Laksana, kemarin (15/2).

Dia mengatakan, metode relief well sudah diterapkan sebanyak tiga kali sejak dua tahun berselang. Menurutnya, apabila metode tersebut diterapkan kembali maka kondisi lahan yang ada dibawah luapan lumpur sudah tidak mendukung.

''Saya membayangkan seperti apa kondisi lahan yang ada dibawahnya, pasti sudah tidak karuan. Kalau dua tahun lalu mungkin masih bisa dipakai, namun sekarang sudah tidak mendukung lagi, sebenarnya ada apa sih dengan BPLS?,'' katanya.

Menurutnya, dari penerapan relief well sebanyak tiga kali semuanya gagal. Kali ini, relief well bakal kembali diterapkan untuk keempat kali. Hal ini, ujar dia, menandakan BPLS tidak berfikir efektif dan efisien. Tidak efektif lantaran mengulang pekerjaan yang sudah gagal, dan tidak efisien karena biaya untuk pembuatan relief well mencapai miliaran rupiah.

''Kita pesimis dengan metode itu, hanya buang-buang duit. Lho kami sebagai warga negara yang membayar pajak wajib mendapat kepastian hasil penanganan luapan lumpur dong, wong biaya penangananya dari masyarakat termasuk kami-kami ini kok,'' katanya.

Metode Relief Well yang direncanakan BPLS dinilai Tim ITS terlalu dipaksakan. Sebab, metode lain seperti bernouli yang pernah dimunculkan tidak pernah dipakai. Semestinya, kata Jaya, metode bernouli dengan melakukan bendungan berlapis sangat efektif untuk diterapkan.

''Sayangnya kita belum mendapat kepercayaan pemerintah untuk menerapkan sistem tersebut,'' ujarnya.

Sikap pesimis serupa ditunjukan Tim ITS lainya Prof Made Arya Joni. Menurutnya, metode relief well justru bakal menimbulkan masalah baru. Sebab, kata dia, dengan metode pengeboran menyamping kemudian menyumbat pusat semburan maka tekanan akan semakin besar.

''Daya dorong keluar akan semakin besar, inilah yang kemudian akan menimbulkan rekahan disana-sini,'' katanya.

Prof Made juga menilai, kondisi tanah di bawah luapan lumpur sudah tidak memungkinkan untuk penerapan metode relief well. ''Selain tingkat kesuksesan sangat keci, tidak ada yang berani menjamin metode itu berhasil. Jadi hanya buang-buang uang,'' katanya.

Made juga menanyakan komitmen BPLS untuk secepatnya menyelesaikan kasus luapan lumpur Lapindo. Sebab, dengan cara penanganan semacam itu, kata dia, BPLS tidak lagi berkomitmen untuk secepatnya menyelesaikan masalah. (lan)

Tidak ada komentar: